Selamat datang di duniaku.

Wednesday, May 23, 2007

Midsummer Man

Tulisan ini sebetulnya berawal dari salah persepsi. Saya pernah membaca suatu kalimat "Midsummer Man" yang saya pikir merupakan judul buku, tapi ternyata merupakan tema deodoran lelaki. Lucu juga, deodoran dengan tema segagah itu. Dalam hati tergelitik membayangkan lelaki ganteng setengah telanjang dengan kulit kecoklatan duduk di tepi pantai, tubuhnya yang "six pack" terkotori sedikit pasir putih. Lelaki ini ada hanya pada saat liburan musim panas, seorang "Midummer Man". Hahaha, saya tergelak sendiri, seorang istri dan ibu dua anak masih saja mengkhayalkan lelaki lain yang jelas-jelas berbeda jauh dengan suami saya.
Hal yang lumrah bukan? Memiliki bayangan ideal tentang lawan jenis, sesuatu yang diimpikan tapi belum tentu ingin dimiliki. Bukan karena sang impian itu tidak ada di dunia nyata, tapi kita lebih memilih yang realistis saja. Karena bisa jadi sang impian punya perbedaan yang sulit dicari solusinya. Repot bukan kalau ternyata sang impian adalah orang Eropa yang sama sekali tidak mau meninggalkan benuanya, atau orang Indonesia asli yang mamanya terlalu ikut campur, atau ia terlalu mementingkan raganya sehingga asupan otak diabaikan dan cara kerjanya "agak" lambat, atau..., atau.... Masih setumprak alasan lainnya, yang akhirnya kita tidak bersama sang impian.
Bukan berarti ketika yang dimiliki berbeda jauh dengan yang diimpikan menjadikan kita pecundang-pecundang yang mengalah pada keadaan. Siapapun yang dimiliki adalah buah "perjuangan", memang kadar "perjuangan"nya berbeda-beda. Semua yang sudah dipilih dan dimiliki seharusnyalah disyukuri dengan tulus ikhlas. Dalam hubungan dengan lawan jenis, ungkapan rasa tulus ikhlas tentunya bukan hanya menerima apa yang ada, tapi bagaimana berperan aktif dan proaktif dengan pasangan untuk menjadikan segala sesuatunya yang berasal dari hubungan itu menjadi baik, kemudian lebih baik, dan lebih baik lagi.
Terlintas juga di kepala saya, apakah dengan membayangkan lelaki lain tersebut saya telah "berdosa" pada suami dan institusi hubungan kami? Wah jadi berat juga ya? tapi kalau kembali pada standar mensyukuri dengan tulus ikhlas dengan apa yang dimiliki, saya rasa saya tidak melakukan "dosa" apapun. Toh sang impian tidak dijadikan obsesi, hanya untuk seru-seruan. Saya yakin, suami saya juga punya bayangan sang impian di kepalanya, seorang "Midsummer Woman" barangkali. Bahkan ketika yang dimiliki adalah sang impian itu sendiri, tetap saja ada kemungkinan membayangkan impian lain.
Menyoal "Midsummer Man" lagi, mungkin memang ada lelaki yang benar-benar cocok dengan sebutan itu. Di tengah musim panas yang cerah, suasana liburan, dan atmosfer romantis selalu menggantung di udara, "Midsummer Man" senantiasa ada di pantai, entah berjemur, berenang, bermain voli pantai, bermain freesbee, atau sekedar bercengkrama di cafe tepi pantai sambil tentu saja hanya mengenakan celana pendek. Tubuhnya yang berotot tidak pernah kelihatan kendur, tapi juga tidak terlalu besar menjijikan seperti robot kaku. Senyum selalu mengembang, "Midsummer Man" ini memang orang yang ramah, hawa liburan tergambar jelas dari wajahnya. Tidak pernah jelas apakah dia sudah beristri atau berpacar, yang pasti dia milik semua mata yang melihatnya di tengah liburan musim panas.

No comments: